SUKU GAMKONORA
Atraksi Dodengo, Suku Gamkonora (Foto: Barron)
SUKU GAMKONORA
SEJARAH SUKU GAMKONORA
Dalam tradisi lisan (oral tradition) yang berkembang pada masyarakat Gamkonora, Orang-orang yang mendiami kaki gunung Gamkonora pertama kali berada dibawah pengaruh ternate semenjak seorang puteri Raja Jailolo “Boki Ratna Flori” menikah dengan Kolano Ternate (Namanya tidak disebutkan) dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Sahrin Malamo Syah.
Perkawinan antara Kolano Ternate dan Puteri Raja Jailolo inilah kemudian menjadi cikal bakal munculnya identitas baru Ji’o Moti Lo’a. Ji’o adalah wilayah sedangkan Kata Moti Lo’a sendiri adalah sebuah gabungan kata “Moti dan Lo’a” yang dari sejak awal sudah jelas penempatan kata dan maknanya. Sebagaimana kata “Moti” yang oleh sebagian orang meyakini tempat persekutuan kerajaan besar Maluku pada tahun 1322 atas prakarsa Kolano Ternate “Sida Arif Malamo” (Datuk dari Sahrin Malamo Raja Makawasa),dan kata “Lo’a / Ro’a” yang artinya ‘’bagian” sebagaimana kata “lo’a” kalau dipakai dalam kalimat bahasa Gamkonora, contohnya; Am ma Lo’a artinya satu ruas bambu atau bagian dari bambu. Kata “Lo’a” berarti bagian dari objek yang disebut sebelumnya, sehingga jika digabungkan kata “Moti dan Lo’a” berarti memberikan makna yang mendalam yakni “bagian dari Moti atau bagian dari persekutuan moti”.
Hal ini dikuatkan oleh pendapat Fought, “hubungan antara bahasa dengan identitas etnik itu dapat terjadi karena bahasa dapat digunakan untuk mengkonstruksi identitas tersebut”. Fought menyebutkan bahasa warisan (a heritage language) dapat merupakan kebanggaan dan pada gilirannya dapat menjadi tanda budaya yang menunjukkan bahwa bahasa kebanggaan itu dapat mengikat para penuturnya sebagai satu kelompok (Fought, 2006: 21)
Jika merunut kembali silsilah dari Sahrin Malamo maka beliau adalah keturunan dari Kolano Ternate Sida Arif Malamo yang dalam konfederasi moti adalah pencetusnya. Terkait dengan ikatan perkawinan politik inilah kemudian Boki Ratna Flori bersama puteranya Sahrin Malamo dan hulubalangnya dari Jailolo (Soa Konora) menyebut kelompok mereka dengan Ji’o Moti Lo’a. Sebagaimana dalam sastra lisan Gamkonora “Toma talaga mim magam mam, Nurur jou imaruru, Toma talaga mim magam mam, jou imasio, toma talaga mim magam mam, gam ne mai idadi”.
Selain itu identitas Moti Lo’a yang berakar dari pelaku traktat moti juga memberikan status sosial bagi orang-orang Moti Lo’a saat itu sebagai satu kesatuan yang berkelas dalam percaturan politik pemimpin-pemimpin tradisional di Halmahera dan sekitarnya. Sebagaimana kharisma seseorang pada dasarnya merupakan kemampuan pada diri seseorang, tetapi tidak selamnya dinisbahkan kepada orang. Dalam keadaan tertentu akan dapat dilakukan dipersonalisasi kharisma ke arah institusional, sehingga terjadi proses peralihan kharisma diri seseorang beralih ke kelembagaan.
Untuk membaca lebih lanjut mengenai suku Gamkonora klik download
